Powered By Blogger

Translate

Rabu, 26 Februari 2014

Cara Kenali Gay Di Tempat Umum !!!!!!


Dahlan Iskan Ternyata “GAY”!

Siapa yang tak kenal dengan Dahlan Iskan? Lelaki 60-an yang sekarang menjabat menteri BUMN itu. Saat ini beliau seperti oase di padang yang gersang. Beliau pelepas dahaga kita akan  sosok panutan  ditengah minimnya tokoh teladan di negara tercinta indonesia ini. Beruntung indonesia memiliki Dahlan Iskan!
Siapa yang bisa mengira Dahlan Iskan yang dibesarkan di lingkungan pedesaan dengan kondisi serba kekurangan. Orangtuanya tidak ingat tanggal berapa Dahlan dilahirkan yang akhirnya  memilih sendiri tanggal lahirnya yaitu 17 Agustus  dengan alasan mudah diingat karena bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Lelaki yang tak selesai kuliah tapi bisa lebih sukses dan dicintai banyak orang di Negri ini.
Ya, semua sukses itu karena Dahlan  sejak dulu memilih menjadi seorang yang “Gay”!
Dengan  pilihan “gay”nya itu  akhirnya karier yang dipilihnya menjadi seorang wartawan yang  dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda pada tahun 1975.  Tahun 1976 , ia menjadi wartawan majalah Tempo  Sejak tahun 1982 , Dahlan Iskan memimpin salah satu surat kabar terbesar di dunia Grup Jawa Pos hingga sekarang. Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim  dan PT Prima Electric Power Surabaya.
Kemudian sejak awal 2009, Dahlan menjadi Komisaris PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC) yang akan memulai pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) pertengahan tahun ini. SKKL ini akan menghubungkan Surabaya di Indonesia dan Hong Kong. Dengan panjang serat optik 4.300 kilometer. Lalu sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN.  Semenjak memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gebrakan diantaranya bebas byar pet se Indonesia dalam waktu 6 bulan, gerakan sehari sejuta sambungan. Dahlan juga berencana membangun PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan.
Atas keberhasilannya di PLN pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pengganti Menteri BUMN yang menderita sakit. Ia terisak dan terharu begitu dirinya dipanggil menjadi menteri BUMN karena ia berat meninggalkan PLN yang menurutnya sedang pada puncak semangat untuk melakukan reformasi PLN. Dahlan melaksanakan beberapa program yang akan dijalankan dalam pengelolaan BUMN. Program utama itu adalah restrukturisasi aset dan downsizing (penyusutan jumlah) sejumlah badan usaha. Hingga sekarang Dahlan dengan mobilitas yang tinggi Dahlan sudah banyak melakukan perubahan-perubahan di BUMN.
Ditengah kesibukannya itu yang belum pernah dilakukan oleh menteri -menteri sebelumnnya di Indonesia adalah rutin menulis setiap minggu yang dimuat pada tiap Senin di surat kabat Grup Jawa Pos seluruh Indonesia. Dari tulisannya yang penuh inspirasi dan kadang memancing haru serta doa yang tulus atas kerja beliau itu kita jadi banyak tahu akan seluk beluk, masalah dan pemecahan masalah yang ditawarkan Dahlan di  BUMN kita.
Itulah buah dari pilihan hidup seorang Gay ala Dahlan. Dahlan memilih menjadi  ” GAY” (Gesit, Akurat dan Yakin) dalam setiap tindakannya.  Dahlan sangat Gesit, keputusannya serba cepat namun tepat! Keputusan yang diambil bahkan sangat akurat. Semua itu karena Dahlan Yakin pasti kan Sampai, karena Dahlan bekerja dengan hati dan berharap ridho Illahi.
Teruslah berjuang Bapakku  Dahlan Iskan! Sumbangsihmu pada Indonesia akan menjadi ladang amalmu kelak! Semoga Rahmat Tuhan selalu mengiringi langkahmu! Aamiin…
Selamat Pagi Indonesia!

Selasa, 25 Februari 2014

Cara membuat akun hantu di facebook via Hp maupun PC


1510886_1405127233069607_1845982590_n.jp

Udah pada tahu kan trik facebook yg lagi booming ini, trik yg saat ini banyak di perbincangkan di grup FB
Karena bentuk akun fb yg satu ini sangat unik yg tanpa nama dan tidak dapat di klik
banyak member di suatu di grup Fb yg memanfaatkannya dengan cara membuka jasa pembuatan akun fb hantu.

Padahal membuat akun seperti menurut saya ini sangatlah mudah, hehe.. lol *bukannya sombong
Kita hanya perlu mempunyai e-mail dan alat tempurnya hp/PC karena kasihan liat banyak orang yg penasaran dan rela ngeluarin uang, hanya untuk akun seperti ini, yg bahkan bisa jadi kurang lebih lima menit
maka dari itu di kesempatan kali ini saya akan membagikan cara membuat akun hantu di facebook Yg saya sendiri cuma mengandalkan Hp kesayangan 6120c, maklum belum sanggup buat beli PC sad
Ok kelamaan nih, silahkan di simak tutorialnya. smile
1. Syarat pertama anda harus sudah logout dari akun fb anda yg sedang aktif
2. Klo sudah silahkan klik disini
3. Kemudian Isi Semua data2 Dengan Benar.
75921_1405120883070242_1550356200_n.jpg

1690114_1405120879736909_1343521859_n.jp

4. Buka Email facebook anda. Copy kode konfirmasi Contoh kodenya (1039711921).
1471074_1405121283070202_127781550_n.jpg
note
jangan klik link konfirmasi tapi copy kode konfirmasi

5. Kunjungi facebook.com Login dengan email & password yang sudah di daftarkan.
6. Nanti ada tulisan yang menyarankan anda untuk (klik disini) Klik saja tulisan tersebut.
1511810_1405121426403521_797648824_n.jpg

7. Masukan kode konfirmasi Yang sudah di kirim ke email tadi Berupa Nomor.
1620782_1405121429736854_760628239_n.jpg

8. Silahkan isi data2 anda jika di perlukan.
1743629_1405121279736869_685618260_n.jpg
9. Selamat Akun anda sudah Menjadi Hantu.
1609645_1405120876403576_1661381837_n.jp

Ok sob, mungkin sampai disini dulu, mudah2an tutorialnya bisa dimengerti
Sekian postingan kali ini
Akhir kata

Wassalamu Alaikum wr. wb


Tags: membuat akun fb hantu, akun facebook yang tidak bisa di klik, Aku facebook tanpa nama

Kejadian ritual aneh di dalam ruang pusaka sumedang

Kejadian ritual aneh di dalam ruang pusaka sumedang Pengurus museum Sumedang merasa kecolongan jadwal oleh sekelompok orang yang meng atas namakan Padjajaran baru, mereka melakukan ritual di ruang pusaka museum Sumedang sambil berteriak teriak bahkan diakhir acara ada seorang perempuan yang kerasukan roh halus di tempat pusaka siger prabu siliwangi. Saya dan kawan saya mencari informasi lebih detail ada apa di balik ritual itu, ternyata orang yang melakukan ritual itu di pimpin oleh seorang tokoh pemangku adat Sumedang tetapi belum ada akta notaris tentang pemangku adat tersebut,dan tidak ada izin sama sekali dari pimpinan museum Sumedang itu sendiri, bahkan para penjaga museum pun tidak tahu menahu tentang acara ritual tersebut. Apakah dikarenakan dirinya seorang pemangku adat dia bisa bertindak seenaknya di dalam museum? Sebagai bahan tulisan, saya masuk kedalam ritual itu walau ada rasa takut karna ayat -ayat yang mereka bacakan seperti bahasa Quran namun di campur dengan bahasa sunda, memang aneh? Sebagai warga sumedang saya merasa heran kok bisa-bisanya ada yang melakukan ritual di dalam museum yang mana di sana terdapat pusaka -pusaka keraton Sumedang yang mana pusaka peningalan raja-raja Sumedang yang di hormati oleh masyarakat Sumedang kok dijadikan alat mainan di tempat pusaka tersebut, apalagi didalam ruangan itu ada sebuah mahkota bekas Prabu Siliwangi katanya. Menurut para penjaga museum sumedang, memang sering di adakan ritual-ritual yang dilakukan oleh warga Sumedang di dalam gedung pusaka seperti ritual 1 Muharramm atau pencucian pusaka contohnya, tetapi tidak pernah satu kali pun terjadi kesurupan, malah salah satu penjaga museum berkata dia (warga Sumedang) pun sama sekali tidak berani berteriak teriak di dalam gedung pusaka. Ada maksud apa di balik semua ini? apa yang sebenarnya mereka cari? Setelah kami telusuri lebih dalam ternyata sudah sering terjadi kejadian serupa yang dilakukan oleh pemangku adat tersebut, yang ujung-ujungnya adalah masalah duit? Yang lebih menarik lagi, orang yang kesurupan saat acara ritual itu berlangsung adalah seorang perempuan yang kabarnya akan mencalonkan diri sebagai bupati Sumedang. Apakah ini merupakan sebuah modus yang dilakukan oleh seseorang yang berambisi untuk mencapai kepentingan pribadinya?

The Meat you eat

Our thanks to Maneka Gandhi for permission to republish this post, whichappeared on the Web site of People for Animals, India’s largest animal-welfare organization, on September 15, 2011. Gandhi is the founder of People for Animals and a leading animal-rights and environmental activist in India.
When you bite into a hamburger or chicken sandwich, what do you think that this grass eating animal was eating before it died? Most likely it was a mixture of ground up eyeballs, anuses, bones, feathers, and euthanized dogs.

Cows in a feedlot on a dairy factory farm in Washington state, U.S.---C.A.R.E./Factoryfarm.org
Most animals that we eat spend the entirety of their short lives in factories eating recycled meat and animal fat. These herbivores have been turned into carnivores thanks to our process of “waste removal” better known as rendering.
Every day thousands of pounds of slaughterhouse waste such as brains, eyeballs, spinal cords, intestines, bones, feathers or hooves as well as restaurant grease, road kill, cats and dogs are produced. From this need for large waste disposal came the development of rendering plants. Rendering plants recycle the dead animals and their wastes into products known as bone meal, and animal fat. These products are sold to the companies that grow animals for meat or milk cattle, poultry, swine, [and] sheep and put into their feed. Each slaughterhouse has a privately owned rendering plant nearby.
These facilities operate 24 hours a day all over the world. Till the BJP [Bharatiya Janata Party] came to government in 1998 rendering was banned in India by the department of Animal Husbandry and Dairying, Ministry of Agriculture, which prohibited the use of animal byproducts in ruminant feeds (Order No.2-4/99-AHT/FF). However, the BJP, influenced by a coterie of slaughterhouse owners and interested bureaucrats, repealed this ban and India’s first rendering plants came up in 2001. No one in India knows about them—and few people in America where there are thousands of plants. They are not advertised—and for good reason. The process itself is very disturbing and those who have witnessed it have often sworn off meat for good. The rendering plant floor is piled high with “raw product”—tonnes of feet, tails, feathers, bones, spinal cords, hooves, milk sacs, grease, intestines, stomachs and eyeballs of slaughtered animals. In the heat, the piles of dead animals seem to have a life of their own as millions of maggots swarm over the carcasses.
First the raw material is cut into small pieces and then transported to another machine for fine shredding. It is then cooked at 280 degrees for one hour, melting the meat away from bones in the hot “soup.” This continuous batch cooking process goes on for 24 hours a day, seven days a week.
During this cooking process, the soup produces yellow grease or tallow that rises to the top and is skimmed off. The cooked meat and bone are then sent to a hammer mill press, which squeezes out the remaining moisture and pulverizes the product into a gritty powder. Shaker screens remove excess hair and large bone chips that are unsuitable for consumption. Now recycled meat, yellow grease, and bone meal are produced and used exclusively to feed vegetarian animals.
In India no testing is done of these plants. In America and Europe state agencies spot check, yet testing for pesticides and other toxins in animal feeds is not done or is done incompletely with toxic wastes accompanying the dead animals—all of which the rendering plants do not remove. Poisoned cattle stomachs, animals that have been lying dead for weeks before being picked up, animals that have been run over by trucks, all their noxious parts are part of this. The package includes euthanasia drugs given to pets, animals with flea collars containing organophosphate insecticides, fish oil laced with DDT, heavy metals from pet ID tags, and plastics from thrown away meats. Labor costs are rising and therefore many rendering plants refuse to hire extra hands to cut off flea collars or unwrap spoiled shop meat. Every week, millions of packages of plastic-wrapped meat go through the rendering process and become one of the many unwanted ingredients in animal feed.
Even if some people do realize how animal feed is made and feel that it is still too far removed to be a concern to them, most of them do not know of the risks [that] consumption of this meat entails. Perhaps the best-known health concern associated with rendering plants is Bovine Spongiform Encephalopathy, or Mad Cow Disease. In America regulations mandate that brain and other nerve tissue be removed from cattle after they are slaughtered for human food. Yet these most infectious parts, the brain and spinal cord, are allowed to go to a rendering facility where they can be processed into pet and animal feed. This means it is possible that a cow with Mad Cow Disease can be ground up and fed to a pig or chicken that is, in turn, fed back to other cows that are eventually eaten by people. India has no regulations of any kind. Behind the scenes and out of public view, these practices are unfolding around the world putting millions of people at risk for Mad Cow Disease.

Photomicrograph of brain tissue of variant Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD), showing prominent spongiotic changes in the cortex (magnification 100X)---Teresa Hammett/Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (Image Number: 10131) .
Other diseases that can be contracted from rendering plant product feed include tuberculosis, variant Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD), and Alzheimer’s. All of these diseases, except Alzheimer’s, are transmissible spongiform encephalopathy diseases (TSEs), which means that they [...] are infectious diseases that leave the brain resembling a sponge. The process by rendering plants makes chickens, goats, sheep, pigs, cows and buffaloes into cannibals[---a] factor that has been cited as a cause of Alzheimer’s disease which did not exist in the world until this practice started. Millions of people are affected by Alzheimer’s making it one of the leading causes of death among the elderly across the globe. Scientific evidence shows that people eating meat more than four times a week for a prolonged period have a three times higher chance of suffering from dementia than vegetarians. A preliminary 1989 study at the University of Pennsylvania showed that over 5% of patients diagnosed with Alzheimer’s were actually dying from human spongiform encephalopathy. That means that as many as 200,000 people in the United States may already be dying from mad cow disease each year. God knows how many in India but certainly thousands more after 2001.
In India, in 2001 the BJP led Government prepared a secret position paper on the “Utilisation of Slaughter House Waste for the Preparation of Animal Feed.” This is what the report said:
India ranks topmost in the world in livestock holding and has the potential to utilize slaughterhouse by products to partly meet the growing requirement of animal feeds. The total availability of offal/bones in the country generated from large slaughterhouses is estimated to be more than 21-lakh tonnes/annum. It can also be used for the preparation of animal feeds.
The report further goes on to explain that “Presently in India, live stock feed production is cereal based. This results in livestock, especially poultry, pig and fish competing with humans for grains and cereals which can easily be replaced with slaughterhouse waste.”
The Office International des Epizooties (OIE World Organisation for Animal Health) had surveyed the risk of CJD/BSE in Asia. The report revealed that no attention had been paid to any risk analysis on bovine spongiform encephalopathy (BSE) in China, India, Pakistan and seven other countries. According to OIE, significant quantities of animal feed of meat origin have been imported into Asia, which may mean that the BSE agent could have reached domestic cattle in these countries. The Report noted that “the spread of BSE through rendering plants cannot be excluded in some countries such as China, India, Japan, Pakistan and Taiwan. Therefore, much more stringent management at slaughterhouses and rendering plants, as well as extensive surveillance programmes, are required in those countries.”
The Indian companies on the Internet advertise their rendered meal as having been made from “spray-dry” machines that turn blood into a fine, brown powder (gardeners know it as blood meal); gigantic kettles that boil fat to make tallow; grinders that crush bones into minuscule fragments. Millions of tons are supplied to dairy industry, poultry farms, cattle feed-lots, pig farms, fish-feed plants, and pet-food manufacturers. Leading manufacturers of “Meal,” as they call it, are Standard Agro Vet (P) Ltd., Allanasons Ltd., Hind Agro Ltd., Al Kabeer, and Hyderabad—also the four largest private slaughterhouses in the country.
All animal feed manufacturers use meat and bone meal in their feeds. Recent reports state most domestic animals are fed such rendered animal tissues. A 1991 United States Department of agriculture report states that approximately 7.9 billion pounds of meat, bone meal, blood meal, and feather meal was produced by rendering plants in 1983. Of that amount: 12% percent was used in dairy and beef cattle feed, 34% in pet food, 34% in poultry feed and 20% in pig food. This has doubled by 2006. So has the use of animal protein in commercial dairy feed since 1987 all over the globe. Grass or cereal fed cattle and other animals are nonexistent abroad and lessening in India. BSE expert Richard Lacey states “The time bomb of the twentieth century equivalent of the bubonic plague ticks away.” Do you think Nature will forgive you for a baby chick [...] eating on what’s left of her mother after she’s been stripped down, a calf being fed on her mother’s slaughtered remains, a pig being reared on a diet of dead pigs, a goat being fed on a goat’s leftovers?

Senin, 24 Februari 2014

Kerajaan Sumedang Larang

      Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan Islam yang diperkirakan berdiri sejak abad ke-16 Masehi di Jawa Barat, Indonesia. Popularitas kerajaan ini tidak sebesar popularitas kerajaan Demak, Mataram, Banten dan Cirebon dalam literatur sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Tapi, keberadaan kerajaan ini merupakan bukti sejarah yang sangat kuat pengaruhnya dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, sebagaimana yang dilakukan oleh Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.


      Kerajaan Sumedang Larang (kini Kabupaten Sumedang) adalah salah satu dari berbagai kerajaan Sunda yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Terdapat kerajaan Sunda lainnya seperti Kerajaan Pajajaran yang juga masih berkaitan erat dengan kerajaan sebelumnya yaitu (Kerajaan Sunda-Galuh), namun keberadaan Kerajaan Pajajaran berakhir di wilayah Pakuan, Bogor, karena serangan aliansi kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa Tengah). Sejak itu, Sumedang Larang dianggap menjadi penerus Pajajaran dan menjadi kerajaan yang memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri.
No. Masa[1] Tahun
1 Kerajaan Sumedang Larang 900 - 1601
2 Pemerintahan Mataram II 1601 - 1706
3 Pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) 1706 - 1811
4 Pemerintahan Inggris 1811 - 1816
5 Pemerintahan Belanda / Nederland Oost-Indie 1816 - 1942
6 Pemerintahan Jepang 1942 - 1945
7 Pemerintahan Republik Indonesia 1945 - 1947
8 Pemerintahan Republik Indonesia / Belanda 1947 - 1949
9 Pemerintahan Negara Pasundan 1949 - 1950
10 Pemerintahan Republik Indonesia 1950 - sekarang

Asal-mula nama

       Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.

Pemerintahan berdaulat

No.
Nama[1] Tahun
1
Nama Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang

a Prabu Guru Aji Putih 900

b Prabu Agung Resi Cakrabuana / Prabu Taji Malela 950

c Prabu Gajah Agung 980

d Sunan Guling 1000

e Sunan Tuakan 1200

f Nyi Mas Ratu Patuakan 1450

g Ratu Pucuk Umun / Nyi Mas Ratu Dewi Inten Dewata 1530 - 1578

h Prabu Geusan Ulun / Pangeran Angkawijaya 1578 - 1601
2
Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan Mataram II

a R. Suriadiwangsa / Pangeran Rangga Gempol I 1601 - 1625

b Pangeran Rangga Gede 1625 - 1633

c Pangeran Rangga Gempol II 1633 - 1656

d Pangeran Panembahan / Pangeran Rangga Gempol III 1656 - 1706
3
Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan VOC, Inggris, Belanda dan Jepang

a Dalem Tumenggung Tanumaja 1706 - 1709

b Pangeran Karuhun 1709 - 1744

c Dalem Istri Rajaningrat 1744 - 1759

d Dalem Anom 1759 - 1761

e Dalem Adipati Surianagara 1761 - 1765

f Dalem Adipati Surialaga 1765 - 1773

g Dalem Adipati Tanubaja (Parakan Muncang) 1773 - 1775

h Dalem Adipati Patrakusumah (Parakan Muncang) 1775 - 1789

i Dalem Aria Sacapati 1789 - 1791

j Pangeran Kornel / Pangeran Kusumahdinata 1791 - 1800

k Bupati Republik Batavia Nederland 1800 - 1810

l Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Lodewijk, Adik Napoleon Bonaparte 1805 - 1810

m Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Kaisar Napoleon Bonaparte 1810 - 1811

n Bupati Masa Pemerintahan Inggris 1811 - 1815

o Bupati Kerajaan Nederland 1815 - 1828

p Dalem Adipati Kusumahyuda / Dalem Ageung 1828 - 1833

q Dalem Adipati Kusumahdinata / Dalem Alit 1833 - 1834

r Dalem Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja 1834 - 1836

s Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Soegih 1836 - 1882

t Pangeran Aria Suria Atmaja / Pangeran Mekkah 1882 - 1919

u Dalem Adipati Aria Kusumahdilaga / Dalem Bintang 1919 - 1937

v Dalem Tumenggung Aria Suria Kusumah Adinata / Dalem Aria Sumantri 1937 - 1942

w Bupati Masa Pemerintahan Jepang 1942 - 1945

x Bupati Masa Peralihan Republik Indonesia 1945 - 1946
4
Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia

a Raden Hasan Suria Sacakusumah 1946 - 1947
5
Bupati Masa Pemerintahan Belanda / Indonesia

a Raden Tumenggung M. Singer 1947 - 1949
6
Bupati Masa Pemerintahan Negara Pasundan

a Raden Hasan Suria Sacakusumah 1949 - 1950
7
Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia

a Radi (Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia) 1950

b Raden Abdurachman Kartadipura 1950 - 1951

c Sulaeman Suwita Kusumah 1951 - 1958

d Antan Sastradipura 1958 - 1960

e Muhammad Hafil 1960 - 1966

f Adang Kartaman 1966 - 1970

g Drs. Supian Iskandar 1970 - 1972

h Drs. Supian Iskandar 1972 - 1977

i Drs. Kustandi Abdurahman 1977 - 1983

j Drs. Sutarja 1983 - 1988

k Drs. Sutarja 1988 - 1993

l Drs. H. Moch. Husein Jachja Saputra 1993 - 1998

m Drs. H. Misbach 1998 - 2003

n H. Don Murdono,SH. Msi 2003 - 2008

o H. Don Murdono,SH. Msi 2008 - 2013

Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)

       Prabu Agung Resi Cakrabuana atau lebih dikenal Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama Kerajaan Tembong Agung dengan ibukota di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja). Ia punya tiga putra yaitu Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun.
Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan para keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes.
Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun.
Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Kusumahdinata, putra Pangeran Pamalekaran (Dipati Teterung), putra Aria Damar Sultan Palembang keturunan Majapahit. Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Pangeran Kusumahdinata lebih dikenal dengan julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang.

Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri

       Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang Larang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.
Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak, yaitu :
  1. Pangeran Angkawijaya (yang terkenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)
  2. Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam.
  3. Kiyai Demang Watang di Walakung.
  4. Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.
  5. Santowaan Cikeruh.
  6. Santowaan Awiluar.
Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang.

Prabu Geusan Ulun

       Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinannya.
Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang Larang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot.
Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia.
Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang Larang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.
Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dan karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang Larang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang Larang.
Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang Larang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur.
Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan yang ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas orang anak:
  1. Pangeran Rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang
  2. Raden Aria Wirareja, di Lemahbeureum, Darmawangi
  3. Kiyai Kadu Rangga Gede
  4. Kiyai Rangga Patra Kalasa, di Cundukkayu
  5. Raden Aria Rangga Pati, di Haurkuning
  6. Raden Ngabehi Watang
  7. Nyi Mas Demang Cipaku
  8. Raden Ngabehi Martayuda, di Ciawi
  9. Rd. Rangga Wiratama, di Cibeureum
  10. Rd. Rangga Nitinagara, di Pagaden dan Pamanukan
  11. Nyi Mas Rangga Pamade
  12. Nyi Mas Dipati Ukur, di Bandung
  13. Rd. Suriadiwangsa, putra Ratu Harisbaya dari Panembahan Ratu
  14. Pangeran Tumenggung Tegalkalong
  15. Rd. Kiyai Demang Cipaku, di Dayeuh Luhur.
Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati).

Pemerintahan di bawah Mataram

Dipati Rangga Gempol

      Pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M Sumedang Larang dijadikannya wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan statusnya sebagai 'kerajaan' diubahnya menjadi 'kabupatian wedana'. Hal ini dilakukannya sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah pertahanan Mataram dari serangan Kerajaan Banten dan Belanda, yang sedang mengalami konflik dengan Mataram. Sultan Agung kemudian memberikan perintah kepada Rangga Gempol beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan untuk sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede.

Dipati Rangga Gede

       Ketika setengah kekuatan militer kadipaten Sumedang Larang diperintahkan pergi ke Madura atas titah Sultan Agung, datanglah dari pasukan Kerajaan Banten untuk menyerbu. Karena Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan Banten, ia akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur.

Dipati Ukur

        Tanggal 12 Juli 1628, datang utusan Mataram ke Timbanganten (Tatar Ukur). Membawa surat tugas dari Sultan Agung, untuk memerintahkan Adipati Wangsanata atau disebut juga Wangsataruna alias Dipati Ukur, untuk memimpin pasukannya dan menyerbu VOC di Batavia membantu pasukan dari Jawa. Waktu itu bulan Oktober tahun 1628. Dalam surat tersebut ada semacam perjanjian bahwa pasukan Sunda harus menunggu Pasukan Jawa di Karawang sebelum nantinya bersama-sama menyerang Batavia. Tapi, setelah seminggu ditunggu ternyata pasukan dari Jawa tak juga kunjung datang sementara logistic makin menipis. Karena logistic yang kian menipis dan takut kalau mental prajurit keburu turun maka Dipati Ukur pun memutuskan untuk terlebih dahulu pergi ke Batavia menggempur VOC sambil menunggu bantuan pasukan dari Jawa.
Baru dua hari Pasukan Sunda yang dipimpin oleh Dipati Ukur berperang melawan VOC, pasukan Jawa datang ke Karawang dan mendapati bahwa Pasukan Sunda tak ada di sana. Tersinggung karena merasa tak dihargai, bukannya membantu pasukan Sunda yang sedang mati-matian menggempur VOC pasukan Jawa ini malah memusuhi Pasukan Sunda.
Ditengah kekalutan itu, datang utusan dari Dayeuh Ukur membawa surat dari Enden Saribanon yang merupakan istri dari Dipati Ukur yang mengabarkan bahwa para gadis, istri-istri prajurit dan bahkan dirinya sendiri pun hampir diperkosa oleh panglima utusan Mataram dan pasukannya. Panglima dari Mataram itu sendiri ada di Dayeuh Ukur dalam rangka mengantarkan surat dari Sultan Agung dan begitu mendengar bahwa Dipati Ukur tak mengindahkan pesan dari Sultan Agung untuk menunggu pasukan Jawa di Karawang, para panglima ini kemudian melampiaskan kemarahannya dengan memperkosa gadis-gadis dan juga merampas harta benda mereka.
Mendengar kabar itu, Dipati Ukur yang sedang berperang memutuskan untuk menghentikan perang dan kembali ke Pabuntelan (Paseurdayeuh Tatar Ukur, atau Baleendah - Dayeuhkolot sekarang). Dipati Ukur yang marah dengan kelakuan para utusan Mataram itu sesampainya di Pabuntelan langsung menghabisi para utusan Mataram itu. Sayangnya, dari semua utusan itu ada satu orang yang lolos dari kematian dan kemudian melapor kepada Sultan Agung perihal apa yang dilakukan oleh Dipati Ukur terhadap teman-temannya.
Dalam ‘Negara Kerta Bhumi’ disebutkan bahwa salah satu watak Sultan Agung adalah jika memberi tugas kepada bawahannya itu tidaklah boleh gagal. Jika gagal maka sudah dipastikan bahwa yang bersangkutan akan dihukum mati. Maka, panglima Mataram yang lolos ini pun agar terhindar dari hukuman mati mengaranglah ia tentang kenapa pasukan Mataram bisa gagal menaklukan VOC. Semua kesalahan itu ditimpakan ke pundak Dipati Ukur. Sultan Agung pun murka karena bagaimana pun juga mundurnya Dipati Ukur dari medan perang merupakan kerugian besar bagi Mataram. Intinya, penyebab kalahnya Mataram adalah karena mundurnya Dipati Ukur. Oleh karenanya, Dipati Ukur dicap penghianat dan mau memberontak kepada Mataram. Jadi, karena Dipati Ukur dianggap memberontak maka Dipati Ukur pun oleh Sultan Agung pantas dihukum mati. Akhirnya Sultan Agung pun menyuruh Cirebon untuk menangkap Dipati Ukur hidup atau mati. Penumpasan Dipati Ukur itu dipimpin langsung oleh Tumenggung Narapaksa dari Mataram.
Dari kenyatan itu, Dipati Ukur kemudian sadar bahwa dirinya sejak sekarang harus menghadapi Mataram. Kekuatan pun di susun. Dipati Ukur mulai melobi beberapa bupati untuk juga melawan Mataram dan menjadi kabupaten yang mandiri. Ajakan ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian ada yang setuju seperti Bupati Karawang, Ciasem, Sagalaherang, Taraju, Sumedang, Pamanukan, Limbangan, Malangbong dan sebagainya. Dan sebagian laginya tidak setuju. Di antara yang tidak setuju itu adalah Ki Somahita dari Sindangkasih, Ki Astamanggala dari Cihaurbeuti, dan Ki Wirawangsa dari Sukakerta.
Belum juga Dipati Ukur berhasil mewujudkan impiannya untuk mendirikan kabupaten mandiri yang lepas dari kekuasan Mataram tiba-tiba Bagus Sutapura, salah satu pemuda yang sakti mandraguna (putra dari bupati Kawasen, wilayah Galuh) yang merupakan algojo yang dimintai tolong oleh Tumenggung Narapaksa keburu datang untuk menangkapnya. Terjadilah pertarungan sengit antar keduanya (dikabarkan hingga 40 hari 40 malam). Setelah semua tenaga terkuras akhirnya Dipati Ukur pun dapat diringkus kemudian dibawa ke Cirebon untuk diserahkan ke Mataram. Dipati Ukur pun akhirnya di hukum mati di alun-alun Mataram dengan cara dipenggal kepalanya. Sepeninggal Dipati Ukur wafat, kekuasan Mataram di tatar Sunda pun kian kukuh. Bahkan di wilayah pesisir utara, banyak pasukan Mataram yang tak kembali lagi ke Mataram dan lebih memilih memperistri penduduk setempat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup para prajurit ini kemudian banyak yang membuka lahan sawah terutama di daerah Karawang, berbeda dengan kebiasaan masyarakat Sunda waktu itu yang umumnya berkebun. Mungkin, inilah yang pada akhirnya sampai sekarang Karawang terkenal dengan sawahnya dan menjadi salah satu lumbung padi di Jawa Barat.[2][3]

Pembagian wilayah kerajaan

        Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis), oleh Mataram dibagi menjadi tiga bagian[4]:
  • Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, gelar Tumenggung Wiradegdaha/R. Wirawangsa,
  • Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar Tumenggung Wirangun-angun,
  • Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar Tumenggung Tanubaya.
Kesemua wilayah tersebut berada dibawah pengawasan Rangga Gede (atau Rangga Gempol II), yang sekaligus ditunjuk Mataram sebagai Wedana Bupati (kepala para bupati) Priangan.

Peninggalan budaya

       Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten, sebagai sisa peninggalan konflik politik yang banyak diintervensi oleh Kerajaan Mataram pada masa itu. Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang, atribut kerajaan, perlengkapan raja-raja dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat secara umum di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang letaknya tepat di selatan alun-alun kota Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan pemerintah daerah setempat.

Cara membuat antena wajan bolik

wajan bolik adalah antena alternatif untuk memperkuat sinyal modem, walaupan wajan bolik adalah produk dalam negeri ( kalau luar negeri apa ya? icon biggrin cara membuat wajan bolik ) walaupun di bilang antena alternatif wajan bolik jangan di anggap remeh kemampuannya tidak kalah sama antena produk luar icon biggrin cara membuat wajan bolik ( menurut saya )
pertama siapkan wajan( tahu wajan kan? ) itu tempat penggoreng tahu icon biggrin cara membuat wajan bolik ( bingung ) kalau tidak ada wajan siapkan tutup panci penanak nasi icon biggrin cara membuat wajan bolik
1. Wajan diameter 36? (semakin besar diametr semakin bagus)
2. PVC paralon tipis diameter 3? 1 meter
3. Doff 3? (tutup PVC paralon) 2 buah
4. Aluminium foil
5. Baut + mur ukuran 12 atau 14
6. N Connector female
7. kawat tembaga no.3
8. Double tape + lakban
9.modem tentunya jangan lupa
wajan1 cara membuat wajan bolikwajan5 cara membuat wajan bolikwajan2 cara membuat wajan bolik
PERALATAN
1. Penggaris
2. Pisau/ Cutter
3. Solder + timah nya
4. Gergaji besi
PERKIRAAN HARGA
Perkiraan harga yang dikeluarkan untuk membeli bahan Wajan Bolik adalah kurang dari Rp 100.000,-. Bandingkan jikan Anda harus membeli antenna Grid 24db, yang bikinan local saja mencapai Rp 500.000,- lebih dan yang import bisa mencapai Rp 1.000.000,- lebih. Atau membeli antenna grid local yang harga nya Rp 200.000,- sedangkan yang import bisa mencapai Rp 300.000 lebih.
TAHAP PENGERJAAN
1. Siapkan semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
2. Lubangi wajan tepat di tengah wajan tersebut seukuran baut 12 atau 14,
cukup satu lubang saja.
Kemudia, ukur diametr wajan, kedalaman wajan dan feeder/ titik focus. Untuk lebih jelas nya silahkan liat gambar di bawah.
Contoh :
Parabolic dish dg D = 70 cm, d = 20 cm maka jarak titik focus dari center dish : F = D^2/(16*d) = 70^2 / (16*20) = 15.3 cm
Pada titik focus tsb dipasang ujung feeder. Untuk mendapatkan gain maksimum.
1. Potong PVC paralon sepanjang 30 cm, kemudian beri tanda untuk jarak feedernya
(daerah bebas aluminium foil). Untuk menentukan panjang feeder nya gunakan rumus
di atas.
2. Beri lubang pada bagian paralon untuk meletakkan N Connector, untuk itu gunakan
rumus antenna kaleng. Bias di lihat di http://www.saunalahti.fi/elepal/antenna2calc.php
3. Potong kawat tembaga yang sudah disiapkan sesuai dengan ukuran yang didapatkan
dari hasil kalkulasi website di atas. Dan solderkan pada N Connector yang telah
di siapkan.
4. Selanjut nya, bungkus PVC paralon dengan dgn aluminium foil pada daerah selain feeder,
klo aluminium foil yang ada tanpa perekat, maka untuk merekatkannya bisa
menggunakan double tape.
wajan4 cara membuat wajan bolik
wajan8 cara membuat wajan bolik
5. Lalu pasangkan N connector ke PVC Paralon yang telah dilubangi td
6. Pada bagian doff (tutup PVC paralon) yang akan di pasang pada ujung dekat dengan
N Connector harus di beri aluminium foil, sedangkan doff yang di pasang pada wajan
tidak perlu di beri aluminium foil
wajan3 cara membuat wajan bolik
wajan9 cara membuat wajan bolik
7. Dan pasangkan doff tersebut ke PVC paralon
8. Kemudian, wajan yang telah di bolongi tadi dipasangkan dengan doff yang satu nya lagi,
sebelum nya doff tersebut dilubangi sesuai dengan ukuran bautyang sudah di siapkan,
dan kencangkan secukupnya.
wajan10 cara membuat wajan bolik
9. Kemudian tinggal pasangkan PVC paralon tadi ke wajan yang sudah di pasang doff.
10. Dan Wajan bolic sudah siap untuk digunakan browsing, atau paling tidak untuk
wardriving.
wajan11 cara membuat wajan bolikwajan16 cara membuat wajan bolik
jadilah wajan bolik yang keren dan bisa menambah kecepatan internet kamu serta bisa menambah sinyal modem kamu yang lemah

Terisolasi, 1800 Warga Cicarimanah Pindah Alamat

Sumedang - Sebanyak 1.800 warga Desa Cicarimanah, Kecamatan Tomo terpaksa pindah alamat ke kecamatan lain karena terisolasi. Mulai Januari tahun depan, mereka pindah ke Kecamatan Situraja.

“Secara resmi kepindahan mereka akan mulai pada Januari 2014 nanti. Alasannya karena daerah mereka terisolasi, sehingga mereka memilih bergabung dengan Kecamatan Situraja yang lebih mudah aksesnya,” kata Sekretaris Camat Situraja, Cicim Sondali, Senin (18/11/2013).

Pemerintah kecamatan Situraja sangat menyambut baik kedatangan warga barunya. Meski sejumlah urusan pemerintahan akan bertambah di kantornya seperti mengurus dokumen kependudukan warga baru.

Saat ini, pihak kecamatan sedang menyosialisasikan rencana kepindahan ribuan warga tersebut agar nantinya bisa saling berkoordinasi satu sama lain.

Kepindahan warga dari kecamatan lain diakui Cicim akibat warga yang kesulitan beraktivitas dalam masalah sosial dan ekonomi. Selama ini warga Cicarimanah harus menempuh jarak hingga 30 kilometer hanya untuk ke Tomo.

Sebelum kepindahannya nanti, pihak Kecamatan Situraja sudah melakukan Musrembang tingkat Kecamatan Situraja dengan mengundang warga Cicarimanah agar mendapatkan arahan tentang program kecamatan yang barunya.

Cicim menambahkan, untuk perubahan administrasi seperti KTP, KK dan surat keterangan lainnya warga Desa Cicarimanah akan dilakukan secara bertahap dari mulai Januari 2014.

"Mekanismenya masih diatur, seperti KTP, kalau masa berlakunya sudah habis, baru mendaftar dan diubah alamat menjadi Kecamatan Situraja," tuturnya. [hus]

Minggu, 23 Februari 2014

Kepindahan Desa Menyangkut Ekonimi dari masyarakat

Tata Wilayah Kecamatan Tak Jelas, Karena...

Oleh: Vera Suciati
Jabar - Kamis, 9 Agustus 2012 | 17:59 WIB
Tata wilayah kecamatan di Kabupaten Sumedang menjadi tak jelas yang berimbas pada terhambatnya perekonomian warga. - istimewa
INILAH.COM, Sumedang - Pemekaran desa yang terjadi dalam kurun waktu 2000 sampai dengan 2012, telah memunculkan 14 desa baru di Sumedang. Hal ini membuat tata wilayah kecamatan menjadi tak jelas yang akhirnya menghambat perekonomian warga.

“Jumlah desa di Sumedang itu semakin bertambah hingga menjadi 276 desa. Pertambahan ini mengakibatkan tata wilayah kecamatan tak jelas karena ada wilayah desa yang ternyata lebih cocok masuk wilayah kecamatan lain daripada kecamatan semula,” kata Bupati Sumedang Don Murdono, Kamis (9/8/2012).

Sebut saja, Desa Cicarimanah yang kini berada di Kecamatan Tomo. Desa ini ternyata lebih dekat ke Kecamatan Situraja dengan jarak kurang lebih 10 km.

Dengan kondisi tersebut, hampir semua bidang kehidupan masyarakatnya dilakukan di Kecamatan Situraja seperti pendidikan, kesehatan, dan aktivitas jual beli. Tingginya aktivitas masyarakat di Kecamatan Situraja juga membuat warga Cicarimanah menginginkan perpindahan wilayahnya.[ang]

profil Desa Cicarimanah

Nama Desa      :  Desa Cicarimanah
Negara        : Indonesia
Provinsi       : Jawa Barat
Kab            : Sumedang
Kec            : Situraja

           Cicarimanah adalah sebuah desa di kecamatan Situraja Kab Sumedang, desa ini berbatasan langsung dengan sebelah utara dengan desa Bugel,, sebelah barat dengan desa Wanakerta, Sebelah timur berbatasan dengan desa Karedok dan sebelah selatan berbatasan dengan desa Cilopang.
           Cicarimanah terdiri dari 4 RW dan 14 RT yang tersebar dalam 4 kampung, yang pertama kampung Cicarimanah,, kampung Babakan, kampung Limusnunggal, dan yang terakhir kampung Hegarmanah.
jumlah penduduk desa Cicarimanah -+ 1568 jiwa. untuk menuju desa Cicarimanah bisa ditempuh melaluli jalan darat bisa lewat kec Situraja ataupun dari Desa Cipeles. Ekonomi atau roda dari perekonomian penduduk sebagian besar terdiri dari sektor pertanian dan menjual hasil tani ke kecamatan Situraja.

           Cicarimanah is een plaats in het bestuurlijke gebied Sumedang in de provincie West-Java, IndonesiĆ«. Het dorp telt 1279 inwoners (volkstelling 2010).